Kami Jadikan Dalam Hati Mereka Penghalang Memahami Al-Quran
BAGAIMANA MEMAHAMI AYAT : KAMI JADIKAN DALAM HATI MEREKA PENGHALANG UNTUK MEMAHAMI AL-QUR’AN
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al-Qur’an surat al-An’am/6 : 25.
وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا
“Dan Kami jadikan dalam hati mereka tutup/penghalang untuk memahami Al-Qur’an ini dan Kami jadikan sumbatan dalam telinga mereka”.
Sebagian orang berpendapat bahwa ayat ini mengandung unsur pemaksaan (jabariyah). Bagaimana pendapat Syaikh dalam hal ini ..?
Jawaban.
Untuk memahami ayat ini kita harus tahu tentang kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kehendak Allah itu dibagi dua.
1. Kehendak Syari’at (Ira’dah Syari’at)
Adalah kehendak Allah yang telah Allah syariatkan kepada hambanya. Kehendak ini berupa amal-amal wajib dan amal-amal sunnah. Allah berkehendak dan menyukai hamba-hamba-Nya untuk melakukan shalat, puasa, sedekah, jihad, dan lain-lain.
2. Kehendak Kauni (Ira’dah Kauniyah)
Adalah kehendak Allah yang pasti terjadi di dunia ini. Kejadian ini kadang-kadang berupa sesuatu yang diridhai oleh Allah dan kadang-kadang berupa sesuatu yang dibenci oleh Allah [1]
Istilah Kehendak Kauni ini diambil dari Al-Qur’an surat Yasin/36 : 82.
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya Allah itu apabila menghendaki sesuatu, Dia mengatakan Kun (=jadilah). Maka jadilah apa yang Dia kehendaki”
Kata شَيْئًا (=sesuatu) dalam ayat tersebut bentuknya nakiroh (bersifat umum). Bisa berupa ketaatan atau bisa pula berupa kemaksiatan, bisa sesuatu yang diridhai atau bisa pula berupa sesuau yang dibenci Allah.
Inilah yang terkenal dengan nama Qadha dan Qadhar, yaitu segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, yang kita alami, yang kita rasakan, yang kita perbuat, bahkan yang kita inginkan, semuanya tidak mungkin terjadi tanpa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tapi yang perlu kita ingat adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita itu ada dua macam.
1. Yang berdasarkan kemauan dan usaha kita, seperti ; shalat, puasa, nikah, jual beli, zina, mencuri, dan lain-lain. Hampir semua perbuatan masuk ke dalam kategori ini. Di mana perbuatan-perbuatan ini akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Perbuatan taatnya akan dibalas dengan surga dan perbuatan maksiatnya akan dibalas dengan neraka.
2. Yang tidak berdasarkan kemauan dan usaha kita, seperti ; sakit, kecelakaan, miskin, sehat, gila, cacat, dan lain-lain. Semua kejadian ini tidak akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat, karena semuanya bukan merupakan bentuk ketaatan atau kemaksiatan.
Dua hal di atas adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah lagi, baik secara dalil maupun secara akal. Bila dilihat secara dalil, banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyuruh kita melaksanakan suatu perbuatan atau melarang kita melaksanakan suatu perbuatan. Dan kita bebas memilih, mau taat atau tidak. Sedangkan bila dilihat secara akal, sangat jelas bagi kita yang berakal sehat bahwa ketika kita berbicara, berjalan, makan, minum dan lain-lain, semuanya adalah berdasarkan kemauan kita sendiri, bukan kemauan siapa-siapa. Kita bebas memilih, mau melaksanakan perbuatan-perbuatan tersebut atau meninggalkannya.
Akan tetapi pelaksanaan perbuatan-perbuatan tersebut tidak lepas dari takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan pembatalan perbuatan-perbuatan tersebut juga merupakan takdir. Dan takdir tersebut terjadi bersamaan dengan kemampuan kita untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tersebut atau membatalkannya.
Jadi .. sekali lagi, perbuatan manusia itu dibagi dua, yang berdasarkan kemauan dan yang tidak berdasarkan kemauan. Yang tidak berdasarkan kemauan tidak usah kita bahas lagi karena semuanya sudah jelas, tidak ada hubungannya dengan syari’at. Yang ada hubungannya dengan syari’at adalah perbuatan yang berdasarkan kemauan kita. Inilah hakikat sebenarnya. Seandainya hal ini kita tancapkan betul-betul dalam keyakinan kita, Inysa Allah kita bisa memahami ayat di atas. “Dan Kami jadikan dalam hati mereka penghalang”, bahwa kehendak Allah dalam ayat ini adalah kehendak kauniyah, yaitu kehendak Allah yang pasti terjadi.
Akan tetapi … Allah tidak memaksa dan tidak berlaku zalim dan kejam ketika menjadikan “penghalang” dalam hati mereka itu. Untuk memahami hal ini ada satu perumpamaan : Seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seluruh keadaan dirinya adalah lemah. Kulitnya, tulangnya, dagingnya, otak dan akalnya, semuanya dalam keadaan lemah. Kemudian ketika dia dewasa, keadaan dirinya menjadi kuat. Ada yang kuat fisiknya, ada yang kuat akalnya/otkanya. Kenapa bisa berbeda-beda? Yang satu kekuatan fisiknya menonjol sedangkan yang lain menonjol kekuatan akalnya .? Tentu ini tergantung dengan kemampuan dan usaha mereka masing-masing.
Seseorang yang dari kecilnya membiasakan diri belajar dan menuntut ilmu serta mengkaji dan menghapal pelajaran, maka ia akan tumbuh sebagai orang yang kuat akalnya. Sebaliknya orang yang dari kecilnya membiasakan diri berolahraga, melatih otot dan mempelajarai ilmu bela diri, maka dia akan tumbuh dewasa sebagai orang yang kuat fisiknya, sebagaimana kita saksikan pada diri seorang binaragawan. Kita lihat betapa kuat dan hebatnya otot mereka itu. Apakah keadaan mereka yang kuat ini merupakan pemberian langsung dari Allah ? Atau hasil usaha mereka sendiri yang dilakukan secara terus meneru? Tentu kita tahu jawabannya.
Nah … seperti inilah keadaan orang-orang yang akhirnya diberi petunjuk oleh Allah atau orang-orang yang disesatkan oleh Allah menjadi orang kafir yang hatinya diberi penghalang oleh Allah untuk menerima kebenaran. Mereka sama sekali tidak dipaksa oleh Allah untuk menjadi orang kafir. Tetapi kekafiran mereka disebabkan oleh kelakuan mereka sendiri. Jadi sama sekali tidak benar pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa kekafiran seseorang itu semata-mata kehendak dan ketentuan Allah, tidak ada hubungannya dengan usaha dan perilaku manusia. Ini adalah pendapat orang-orang jahil. Ingat … Allah Subhanahu wa Ta’ala sekali-kali tidak akan pernah berbuat zalim terhadap hamba-hamba-Nya.
[Disalin kitab Kaifa Yajibu ‘Alaina Annufasirral Qur’anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur’an, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tauhid, Penerjemah Abu Abdul Aziz, Cetakan April 2002/Shafar 1423H]
_______
Footnote.
[1] Seperti kejadian terbunuhnya Habil dan Qabil, Iblis tidak mau sujud kepada Adam, munculnya nabi-nabi palsu, kemaksiatan dan bid’ah merajalela, sunnah-sunnah Rasul dianggap aneh di akhir zaman, dan lain-lain. Kejadian-kejadian ini jelas tidak diridhai oleh Allah. Tapi Allah berkehendak bahwa kejadian-kejadian tersebut harus terjadi di muka bumi ini (-pent-)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1210-bagaimana-memahami-ayat-kami-jadikan-dalam-hati-mereka-penghalang-untuk-memahami-al-quran.html